Kau pasti tak akan menduga apa yang terjadi esok hari. Hidup itu penuh kejutan. Kejutan yang dapat membutamu bahagia, tertawa terbahak-bahak sampai menangis tersedu-sedu sampai matamu bengkak dan kau merasa hancur atau bahkan ingin mengakhiri hidupmu. Lalu bagaimana dengan sahabat yang selalu ada untukmu, mendengarmu, bersamamu tiba-tiba saja menghilang? Pergi jauh. Musuh yang selalu mengganggu hidupmu tiba-tiba menjadi sosok yang membuatmu kembali bersemangat. Tak pernah kau sangka pula seseorang yang begitu baik, kau kira ia akan selamanya baik? Sampai-sampai kau memujanya, mebanggakannya. Namun, pada akhirnya kau harus kecewa karenanya bahkan kau merasa menyesal telah mengenalnya.
Bagaimana perasaanmu saat kau memberanikan diri untuk mengenalkan seseorang yang kau cintai pada sahabatmu? Apa kau tidak takut kalau seseorang yang kau cintai mencintai sahabatmu? Mereka merasa biasa saja, tapi kau tidak. Lalu apa yang kau pikirkan dan apa yang akan kau lakukan? Haruskah kau pergi dari kehidupan mereka dan menjalani kehidupanmu tanpa mereka? Namun, kau tetap berusaha untuk bersikap biasa saja. Seolah kau baik-baik saja. Bahkan, kau urai senyuman palsumu pada setiap orang.
Menatap satu titik di atas sana dan saling beradu pandang. Aku bicara padanya. Mungkin semua mengira aku gila. Aku bicara dalam hati dengan bintang paling terang di langit malam. Tenang saja, tidak akan ada orang yang mendengarnya.
Tiba-tiba sesosok gadis datang mendekat padaku. Kutahu siapa dia, aku sudah hafal benar gerak tubuhnya. Setelah ia sampai di hadapanku tanpa menunggu lagi ia duduk di dekatku.
"Ada masalah apa?" tanyaku saat melihat wajahnya kurang begitu bersemangat. Dia sosok yang ceria. Jadi, aneh rasanya bila aku melihatnya tampak lesu.
"Boleh aku bercerita?"
"Tentu saja boleh."
Ai memang biasa bercerita banyak hal padaku. Ia teman curhat yang baik menurut beberapa temannya. Kadang aku merasa ragu ketika ia memberanikan diri untuk memberikan saran yang ia sendiri belum melakukannya. Anggap saja orang lain sebagai bahan percobaannya.
Kudengarkan dengan seksama ketika Ai mulai bercerita. Ia dapat mengekspresikan segala yang ia rasa. Kupandangi saja parasnya yang tersorot oleh cahaya rembulan. Bias sinar matanya tampak semakin tajam.
Ari dan Nisa, seorang anak laki-laki dan perempuan yang menjadi teman sekelasnya. Mereka sepasang kekasih yang cukup dekat dengan Ai. Bahkan tak jarang Ai harus terlibat dalam kisah mereka atau sekedar menjadi mediator.
Sudah cukup lama Nisa dan Ari menjadi sepasang kekasih. Namun, Nisa sering mengeluh atas perubahan yang dilakukan Ari. Ari tidak lagi bersemangat untuk mengerjakan tugas-tugas sekolahnya. Di luar sekolah Ari juga merokok. Ia tahu bahwa Nisa tidak menyukai laki-laki perokok.
"Kamu tahu aku tidak suka kalau kamu merokok?"
"Iya, aku tahu. Lalu? Inilah diriku. Perubahan itu butuh proses."
"Proses? Mau sampai kapan proses itu berlangsung?!"
Tanpa ada kata lagi Nisa meninggalkan Ari begitu saja. Ari hanya terdiam tanpa berusaha untuk menahannya. Ia hanya melihat Nisa sampai bayangnya tak tampak lagi.
Jauh setelah itu kisah mereka sering diwarnai konflik. Namun, tidak hanya karena hal itu. Ari yang ternyata masih merhubungan dengan mantan kekasihnya. Itu menyakitkan bagi Nisa. Walau Ari dan mantan kekasihnya hanya berkomunikasi lewat jejaring sosial.
Memang hidup seperti pelangi. Membutuhkan matahari dan hujan agar pelangi muncul menghias dunia. Kau juga membutuhkan senyum, tawa dan bahagia untuk dapat merasakan sedih dan tangis. Hidupmu akan lebih berwarna dan tampak begitu indah. Namun, jika kau dapat memaknainya.
Mereka sama saja. Tanpa sepengetahuan Ari, Nisa tanpa rasa bersalah melakukan gerilya bersama laki-laki lain. Aku tidak tahu apa yang diinginkan Nisa sebenarnya. Harusnya ia bercermin.
Derai air mata langit yang terjun, menetes pada dedaunan dan jatuh meresap ke dalam relung hatiku membasuh luka yang terlampau sakit karenamu. Aku telah berlari hingga aku tak lagi dapat merasakan lelah. Karena, aku terlampau lelah mengejarmu. Bahkan, ketika aku berteriak, meronta untuk memohon padamu. Kau hempaskan aku begitu saja. Aku telah patah.
Kuharap ini kesekian kalinya aku memohon padamu. Aku mohon bebaskan aku! Lepaskan aku! Agar aku dapat terbang bebas. Mengarungi luasnya samudera. Menikmati hangatnya mentari pagi. Menghirup sejuknya udara pegunungan. Agar aku dapat melihat sosok lain selain dirimu.Kata-kata itu ungkapan Nisa yang telah menyerah untuk mengarungi perjalanan cintanya bersama Ari. Namun, dari sudut pandang lain Nisa terlalu menuntut tapi Ari telah merubah sikapnya perlahan. Mungkin ini terlambat. Meski Ari telah menjadi dirinya yang lebih baik seperti apa yang Nisa inginkan dalam proses perubahan itu ternyata Nisa telah berpindah ke lain hati.
Ketika Nisa masih memiliki Ari sebagai kekasih, ia mencoba untuk mencintai sosok lain yang ia inginkan. Laki-laki itu jauh lebih tua dari Nisa. Dalam hitungan minggu Nisa dapat memilihnya sebagai pengganti Ari.
Sampai tiba saatnya Nisa memutuskan untuk berpisah dengan Ari dan dalam saat yang sama ia mengumumkan pada khalayak statusnya dengan pacar barunya. Bayangkan saja betapa marahnya Ari akan hal itu! Semudah itu Nisa berganti hati pada sosok yang baru dikenalnya.
"Aku saja sebagai perempuan merasa kecewa dengan tindakan Nisa. Setega itukah ia mempermainkan perasaan orang yang pernah membuat hidupnya berwarna hanya demi orang lain yang baru saja dikenalnya? Gadis berparas cantik dan melankolis itu benar-benar membuatku kecewa. Aku tahu bahwa saranku memang tidak harus dilakukan, tapi ia tidak seharusnya seperti itu." kata Ai padaku. Ia tampak begitu kesal terhadap temannya itu.
"Sudahlah, Ai. Itu pilihan mereka. Kamu, aku, kita bisa belajar dari pengalaman orang lain. Tetaplah menjadi pendengar yang baik bagi siapa saja, ya!" kataku seraya tersenyum dan mengusap-usap kepalanya.
2 komentar:
mantap sob
cerpennyaa...sepppttt!!!
Posting Komentar