Sabtu, 24 November 2012

Cerpen: Kesetiaan Setetes Hujan

Seiring bumi berotasi jarum jam pun tak kenal lelah berputar pada porosnya menghitung setiap detik hingga menjadi menit, jam, hari, minggu, bulan dan seterusnya. Pagi yang sedikit mendung dibalut embun sisa hujan kemarin membuat udara lebih dari sejuk hingga terasa dingin menusuk hidung. Namun, embun seketika turun menyentuh dedaunan saat sang surya perlahan menunjukkan diri pada dunia. Udara tak lagi dingin namun telah berubah menjadi sebuah kehangatan yang memeluk dunia.

Hemm... mengawali hari dengan semangat itu wajib bagiku. Pagi yang berangsur cerah membuat aku semakin yakin melangkahkan kaki menuju peraduanku menimba ilmu. Dengan santai kumenyusuri tepian jalan yang tak jauh dari sekolah. Jalanan di tengah kota dekat lampu merah itu sudah cukup padat. Hiruk pikuk kota yang seolah tak ada akhirnya menggantikan udara yang sejuk dengan asap-asap kendaraan yang kadang terlalu pekat dan menyesakkan.

Sesampainya di depan kelas aku melepas sepasang sepatuku sebelum akhirnya aku memasuki ruang kelas. Seperti biasanya, seorang teman sekelasku nyaris tiap hari menyapaku. Sampai kadang-kadang aku merasa bahwa aku sosok yang angkuh. Ketika berjalan aku hanya akn memandang lurus dan jauh di depan sana apa saja yang ada. Aku tak perlu menoleh ke kanan atau ke kiri lebih sering, kecuali saat aku hendak menyeberang.

Kuharap akhir pekan ini aku bisa pulang lebih cepat dari biasanya. Seperti rumor yang telah beredar sebelumnya, memang benar pihak sekolah memulangkan kami lebih awal. Tidak ada pelajaran sejak jam pertama dimulai sampai kami semua murid tingkat akhir harus berkumpul di auditorium. 

Ruangan yang lumayan besar itu menampung ratusan orang. Rasanya seperti sedang bersembunyi di dalam rumah semut. Semakin siang terasa kian memanas. Lama-lama seperti di ruang yang tak lagi ada oksigen. Ingin secepatnya berakhir dan melarikan diri dari padatnya orang-orang berseragam sama denganku dan beberapa orang dewasa di sana. 

Sebelum sempat aku keluar dari ruangan itu, tiba-tiba saja badanku terasa lebih berat. Mataku tak lagi jelas melihat semua yang ada di hadapanku, kabur. Kakiku terasa kaku, jemariku tak lagi dapat digerakkan. Tiba-tiba saja semua menjadi gelap dan aku sendiri tak dapat melihat siapaun dan apapun.

Aku duduk terdiam. Mencari sesuatu yang hilang dari diriku. Tiba-tiba desiran pasir berbisik di telingaku. Aku harus melakukan lima hal untuk membuatku kembali pada ragaku yang telah menanti jiwa. Kuharap ragaku tak pernah lelah meninggu kedatanganku.

Sesosok jiwa yang begitu famliar tapi aku sendiri tidak tahu siapa dia dan seolah aku pernah bertemu dengannya di suatu tempat. Mungkin ini hanya de javu bagiku. Aku tak tahu darimana ia berasal. Tiba-tiba saja muncul di hadapanku. Apakah ia datang lewat pintu kemana saja seperti  yang dimiliki Doraemon? Atau juga ia muncul dari sebuah orbs yang tak jauh dari sini? Tapi, dia bukan hantu. Dia sesosok jiwa.

"Siapa kau?"

"Kau tanya siapa aku? Sebelum menjawabnya aku ingin kau menjawab pertanyaanku."

"Apa?"

"Mengapa kau tampak begitu lesu? Bukankah kau sosok yang ceria?"

"Aku, jiwa yang terpisah dari ragaku. Aku harus melewati banyak rintangan untuk kembali bersatu dengan ragaku."

"Kenapa bisa begitu? Siapa yang membuatmu seperti ini?"

"Dia. Sosok laki-laki menyebalkan."

"Siapa itu laki-laki menyebalkan?"


"Laki-laki menyebalakan. Ya, laki-laki menyebalkan. Siapa lagi?"

"Kenapa kau menyebutnya begitu?"

"Aku tidak akan menjawab pertanyaanmu itu. Siapa kau?"

"Kenapa?"

"Karena aku tidak ingin menjawabnya."

"Baiklah. Aku, Setetes Hujan yang akan menemanimu."

"Benarkah?"

Ia mengangguk. Betapa senangnya aku ketika Setetes Hujan itu hendak menemaniku dan membuat aku memiliki harapan untuk segera kembali pada ragaku. Raga yang telah setia bersamaku sejak aku diturunkan ke bumi. Bahkan sebelum itu. 

Langkah pertama yang aku lakukan, aku harus kembali ke rumahku untuk menggandakan beberapa benda yang penting untuk setiap langkah yang harus kutempuh. Bagaimana caranya? Aku sendiri tak tahu. Haruskah aku berlari? Tapi, kemana? Sedangkan di sini seolah dunia tanpa batas. Bahkan waktu juga seolah terhenti. Tak ada osae, pepohonan atau tanaman gurun sekalipun. Hanya hamparan pasir yang membentang dari setiap ujung.

"Bagaimana bisa aku melakukan semua yang harusnya aku lakukan?" tanyaku pada Setetes Hujan yang tengah berjalan berdampingan denganku.

"Aku akan membantumu selama aku masih bisa."

Tak lagi ada kata yang keluar dari bibirku. Setiap tahap ia begitu berperan untuk membuatku bersemangat menghadapi setiap rintangan yang harus aku hadapi. Namun, tak akan selamanya seperti itu. Aku juga tak ingin menyusahkan jiwa itu demi jiwaku lebih lama dan lebih banyak lagi.

"Kini kau harus melakukannya sendiri. Yang harus kau hadapi dengan keberanianmu."

"Tapi aku takut. Takut kalau laki-laki menyebalkan itu menyergapku dan menggantungku. Menjadikan aku salah satu koleksi dari bonekanya."

"Aku tak peduli apapun alibimu. Maaf, aku tak lagi dapat menemani langkahmu. Majulah! Kutunggu kau di sini."

"Tapi..."

"Cepatlah! Ragamu telah menanti."

Tanpa banyak bicara lagi, aku berlari dan menghadapi laki-laki menyebalkan itu seorang diri. Tak sesulit yang pernah aku banyangkan.

"Bagaimana?" tanya Setetes Hujan padaku saat aku telah kembali.

"Aku kalah."

"Kalah? Benarkah?!"

Aku tersenyum melihat raut wajahnya yang terkejut bukan main itu. 

"Kau berbohong padaku." katanya seraya mencubit pipiku.

Kini waktunya aku harus kembali pada ragaku yang telah menanti. Kuajak jiwa itu turut bersamaku namun desir pasir itu tiba-tiba menyibak rambutku dan membuatku kehilangan jiwa itu.

Setetes Hujan, kau ditakdirkan hanya untuk menemani jiwa itu bukan untuk turut bersamanya. Masih banyak tugas yang harus kau laksanakan. Biarkan jiwa itu kembali pada raga yang pernah menyatu dengannya. 

Aku membuka mata perlahan dan di saat yang sama Setetes Hujan itu menangis. Hujan deras mengguyur kota. Aku yang sedang tertegun di jendela kamarku hanya dapat bertanya-tanya. 

*ai_chan*

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Hostgator Coupon Code