Rintik hujan mengiringi perjalanan
imajiku pada suatu waktu dimana aku pernah merasakan rasa yang tak kuinginkan.
Aku bersama langit berbagi air mata. Walau aku sendiri telah merasa tak ada
lagi air mata yang dapat menetes, mengalir, membasahi pipi. Memang kenyataannya
begitu. Namun, hatiku yang tak berhenti untuk menangis, hatiku yang tak
berhenti untuk meronta karena rasa sakit yang terlampau sakit menyerang.
Mungkin kau bagiku layaknya pangeran
yang selalu tampak ceria di hadapanku dan di hadapan ribuan bahkan jutaan atau
juga triliunan pasang mata. Namun, betapa sakitnya aku saat aku merasa kau
bohongi. Mungkin kau tak hanya membohongiku tapi juga dirimu sendiri. Tahukah
kau bahwa aku tak suka itu?
Kadang aku ingin bertanya pada hatimu
bukan pada bibirmu. Berperan sebagai apakah aku dalam hidupmu? Aku bukanlah
seorang permaisuri yang bertahta di hatimu. Aku bukanlah seorang rakyat jelata
yang membutuhkan belas ksih dari seorang raja atau pangeran seperti itu. Namun,
aku seorang gadis pemberani yang tengah mengembara seorang diri yang tengah
singgah dalam wilayah istanamu. Tenang saja, aku bukan pencuri, aku juga bukan
pengemis yang menganggap rasa kasihanmu sebagai cinta, layaknya cinta antara
Adam dan Hawa.
Kuakui aku sempat bermimpi walau hanya
hitungan menit atau bahkan detik bahwa aku dan kau akan seperti Cassiopeia dan
Chepeus. Namun, saat aku terbangun kusadari aku hanyalah pengembara dan kau
seorang pangeran. Seketika itu aku tak akan lagi berambisi, aku tak akan lagi
mengharap padamu.
Haruskah aku memohon padamu untuk
tinggal di istanamu selamanya? Haruskah aku bertekukmlutut, bersujud di
hadapanmu agar kau dapat melihat jiwaku yang kini telah sedikit lelah untuk
berjuang? Agar kau memahami dan mengerti maksud kedatanganku.
Beribu tanya telah terpendam dalam di
celah-celah lempeng samudera dala hatiku. Berulang kali kubermaksud mencari
jawaban pada dirimu namun berulang kali kuurungkan. Dimanakah rasa hormatku
jika aku menanyakannya padamu? Walau kau sendiri mendesakku untuk selalu
berkata jujur.
Kini kau masih menggenggam tanganku
erat. Tetapi kau masih terbelenggu kenangan akan masa lalumu. Bukan hanya kau
tapi aku juga memiliki masa lalu. Jika aku jadi kau, aku akan melepaskanmu dan
lebih baik aku sendiri. Sendiri tanpa masa lalu dan tanpa dirimu. Karena, aku
tak ingin orang lain terluka karena aku yang masih berusaha melepaskan ikatan
dengan masa laluku.
Kau telah berjanji untuk menjagaku.
Tapi, apa kau sendiri telah menjaga dirimu dengan baik? Aku tidak akan
menuntutmu memberikan kebijakan-kebijakan yang menguntungkan sepihak, pihakku.
Aku tidak menuntutmu menjadi seorang pangeran yang harus memprioritaskan aku.
Kuhanya ingin kau tahu ketulusan seorang pangeran yang menolong seekor katak
yang tak dapat berenang yang sedang terseret arus Niagara.
Maafkan aku, Pangeranku! Jika kau
berkehendak, maka lepaskan aku! Biarkan aku terbang bebas! Dan aku akan kembali
ketika kau telah menutup masa lalumu dalam album kenangan dan kau simpan dengan
rapi di antara buku-bukumu yang lain dan kau telah bersiap memberikan seteguk
ketulusan padaku yang telah menanti oase di hamparan padang pasir.
Kuharap secepatnya. Sebelum malaikat
bersayap putih dengan lembut memelukku dan membawaku pada kebahagiaan yang
abadi. Sebelum aku melambaikan tanganku dan kau tak dapat meraih tanganku lagi.
Desir angin mengejutkanku,
menyadarkanku. Tiba-tiba dadaku terasa penuh dan sesak. Tanpa sengaja berbisik
di telingaku lantunan sebuah lagu…
You did hurt my heart
I don’t know how many times
You… I don’t know what to say
You’ve made me so desperately in love
And now you let me down
You said you’d never lie again
You said this time would be so right
But then I found you were lying there by her side
You.. You turn my whole life so blue
Drowning me so deep, I just can reach myself again
You.. Successfully tore myheart
Now it’s only pieces
Nothing left but pieces of you
You frustated me with this love
I’ve been trying to understand
You know i’m trying i’m trying
You.. I don’t know what to say
You’ve made me so desperately in love
And now you let me down
(You by Ten 2 Five)
Perlahan air mata mengalir deras. Aku
senang kau tak pernah mendapati aku sedang menangis terluka seperti ini. Kau
tak perlu iba padaku. Kuingin kau tersenyum dan aku pun tersenyum. Aku kuat,
lebih kuat dari yang kau kira. Aku bukan Daendellion tapi aku sekuntum
Edelweiss. Bahagialah kau yang telah membaca hatiku.
0 komentar:
Posting Komentar